Hidayatullah.com– Ketua Gerakan Nasional Antimiras (Genam) Fahira Idris meminta Komisi Yudisial (KY) memeriksa Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Klas I-A Jayapura yang mengabulkan gugatan PT Sumber Makmur Jayapura (SMJP) pemilik dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman keras (miras) berbagai jenis, melawan Polisi Militer Kodam (Pomdam) XVII/Cenderawasih TNI AD dan Satpol PP Provinsi Jayapura.
Keputusan hakim yang menganggap Pomdam XVII/Cenderawasih telah melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) lantaran menahan dua kontainer produk miras dan memerintahkan Satpol PP Jayapura segera mengembalikan ribuan liter miras tersebut adalah preseden buruk bagi penegakan Perda Antimiras Provinsi Papua.
Putusan hakim tunggal tersebut juga dinilai preseden buruk bagi upaya bangsa ini, khususnya semua elemen di tanah Papua, yang sudah berkomitmen melawan produksi, distribusi, dan konsumsi semua jenis miras termasuk yang tradisional.
Baca: PP Muhammadiyah Desak Pemerintah Hentikan Perdagangan dan Peredaran Miras
“Saya minta KY turun untuk mengawasi dan memeriksa hasil putusan dan hakim yang menangani kasus ini. Harusnya kita berterima kasih kepada TNI AD dalam hal ini Pomdam XVII/Cenderawasih karena sigap menegakkan perda dan melindungi warga Papua dari bahaya dan kerusakan akibat miras. Tapi bukannya berterima kasih, tindakan tegas dan berani ini dianggap melanggar HAM. HAM siapa? Pengusaha miras?” tukas Fahira mempertanyakan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dalam siaran persnya kepada hidayatullah.com, Senin (24/09/2018).
Fahira mengungkapkan, selain Aceh, Provinsi Papua adalah satu-satunya daerah yang mempunyai Perda yang melarang total miras yaitu Perda Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Perda ini, jelasnya, berlaku di semua kabupaten/kota/distrik yang ada di provinsi ini. Bahkan komitmen semua pemangku kepentingan di Papua untuk menegakkan Perda Antimiras ini diwujudkan dengan Penandatanganan Pakta Integritas Pelarangan Miras yang ditandatangani pada 30 Maret 2016.
“Alasan lahirnya perda antimiras dan pakta integritas ini sangat jelas dan tegas, yaitu untuk menyelamatkan orang asli Papua dari kepunahan karena miras merupakan penyebab utama kematian orang asli Papua. Selain itu, miras juga menjadi pemicu kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas yang berujung kematian. Jadi, keputusan Hakim PN Jayapura ini sangat aneh karena diduga bertentangan dengan perda dan tidak memperhatikan kepentingan publik,” papar Fahira.
Baca: Fahira: Mau Tunggu Sampai Berapa Orang Tewas karena Miras?
Diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, upaya Polisi Militer Kodam (Pomdam) XVII/Cenderawasih TNI AD dan Satpol PP Provinsi Jayapura memberantas peredaran minuman keras (miras) diduga ilegal di Papua malah berujung ironis. Pomdam XVII justru diputus melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Pengadilan Negeri (PN) Klas I-A Jayapura.
Dihimpun hidayatullah.com, Senin (24/09/2018), Pomdam XVII/Cenderawasih digugat oleh PT Sumber Makmur Jayapura (PT SMJP) sebagai pihak yang disebut dirugikan lantaran Pomdam XVII/Cenderawasih menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter miras berbagai jenis diduga ilegal di Pelabuhan Jayapura beberapa waktu lalu.
Sidang Praperadilan di PN Klas I-A Jayapura antara Pemohon PT SMJP melawan termohon 1 Pomdam XVII/Cenderawasih dan termohon 2 Satpol PP Jayapura telah dilaksanakan pada Jumat (21/09/2018) lalu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Putusan sidang PN tersebut menyatakan, perbuatan Pomdam XVII/Cenderawasih adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar HAM, serta menolak ganti kerugian yang diajukan oleh Pemohon. Kemudian PN memerintahkan Satpol PP Jayapura untuk segera mengembalikan barang milik Pemohon serta memerintahkan kepada Pomdam XVII/Cenderawasih dan Satpol PP Jayapura untuk membayar biaya perkara.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi membenarkan sudah menerima laporan dari Kepala Hukum Kodam XVII/Cenderawasih (Kakumdam) tentang putusan PN tersebut.
Aidi menilai Hakim Tunggal PN Jayapura sama sekali tidak mempertimbangkan kelemahan-kelemahan pemohon yang dituangkan dalam draft penolakan terhadap gugatan yang diajukan Termohon I.
“Pemohon (PT SMJP, Red) tidak dapat menunjukkan bukti surat asli Surat Izin Tempat Usaha Nomor:503/05440/PM & PTSP masa berlaku hingga 23 September 2018 dan 23 September 2019,“ jelas Aidi.*
Baca: TNI AD Sita Miras diduga Ilegal, Malah Diputus Langgar HAM