Hidayatullah.com– Ketua MPRI RI, Zulkifli Hasan, menghadiri undangan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (15/12/2017).
Hadir sebagai pembicara tunggal, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyampaikan pentingnya para santri paham sejarah kemerdekaan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Peran santri dan ulama dalam memerdekakan NKRI dengan pekikan takbir adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan,” kata Zulkifli dengan penuh semangat di depan 1.000-an santri dan jamaah yang hadir.
Baca: Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan, Pimpinan MPR: Perpecahan Musuh Utama Bangsa
Menanggapi banyak tudingan kepada santri dan ulama sebagai intoleran dan anti kebinekaan karena Aksi 212, Zulkifli menekankan, “Demo tidak ada masalah, dijamin oleh undang-undang.”
Justru, lanjutnya, “Yang intoleran dan merusak NKRI adalah laki-laki pacaran dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan (homoseksual, Red),” ujarnya sambil menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan (judicial review) sejumlah pasal kesusilaan terkait lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT).
Baca: ‘MK Tolak JR Pasal Kesusilaan Berdampak Makin Rentannya Kejahatan Seksual’
Ketua Yayasan Pesantren itu, Hamzah Akbar, dalam sambutannya menyampaikan, dai-dai Hidayatullah yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia adalah bukti mereka cinta NKRI.
Hamzah pun berterima kasih pada Ketua MPR RI atas kehadirannya melakukan sosialisasi tersebut.
Ia berharap, pemimpin bangsa ke depan adalah yang bisa merekatkan berbagai komponen dalam NKRI.
Baca: MK Tolak Gugatan Pasal Kesusilaan
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, MK menolak seluruhnya gugatan Judicial Review (JR) atau Uji Materi terhadap 3 pasal yakni 284, 285, 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kesusilaan, nomor perkara 46/PUU-XIV/2016, Kamis (14/12/2017).
Keputusan itu diambil setelah mayoritas hakim menolak, dengan komposisi 5 (lima) hakim menolak, sedangkan 4 (empat) lainnya setuju terhadap gagasan atau gugatan yang disampaikan pemohon. Pasal-pasal yang digugat itu terkait homoseksual (LGBT).*