Hidayatullah.com– Dalam pengajian bulanan Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, sempat membandingkan otoritas Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tempo dulu.
Dulu, tuturnya, posisi MPR itu diisi oleh utusan daerah, golongan, dan partai politik. Sebuah representasi bangsa Indonesia yang berdasarkan gotong royong. “Luar biasa sebenarnya,” kata Haedar, Jumat (10/11/2017) malam itu.
Tapi, karena disalahgunakan pada masa Orde Baru, lalu didevaluasi dengan agak kebablasan, posisi MPR menjadi ad hoc. Asumsinya kata dia MPR menjadi tempat penyalahgunaan kekuasaan.
Namun Haedar melihat ada yang luput dari pandangan, yakni 560 anggota MPR itu sesungguhnya tidak mungkin bersepakat meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama. Buktinya, kata dia, ketika krisis kekuasaan, MPR bersikap dan muncullah Reformasi secara konstitusional.
Baca: Muhammadiyah Kecewa Putusan MK Soal Kolom Agama dan Kepercayaan
“Tapi apa yang terjadi, kita runtuhkan asumsi dan proses politik kedaulatan yang kaya seperti itu, lalu sekarang menjelma ada sebuah lembaga yang sama otoritasnya dengan otoritas Tuhan, yakni MK. Padahal isinya hanya sembilan orang. Dengan rasa hormat pada ilmu dan profesi masing-masing, sehebat-sehebat sembilan orang dibanding 560 orang, itu lain,” kritiknya.
Menurutnya, orang itu bertindak tidak akan lepas dari subjektivitas, tafsir yang dimiliki, dan referensi relasinya dengan mana dan apa.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Dalam situasi sekarang ini, tidak ada atau sulit sekali bebas dari kecenderungan tafsir subjektivitas dan relasi sosial politik budaya,” ucapnya.
Sembilan hakim MK ini, kata Haedar, pertaruhannya luar biasa untuk ambil keputusan-keputusan yang menentukan hajat hidup bangsa. Ini menurutnya perlu menjadi pemikiran hukum dan politik ketatanegaraan di masa yang akan datang.
“Agar 9 orang ini tidak menentukan merah putih dan hitam putihnya Indonesia,” harapnya disambut tepuk tangan.* Andi