Hidayatullah.com – Peneliti Psikologi Saraf (Neuropsychology), Ihshan Gumilar, MA mengatakan struktur dan fungsi otak penyuka sesama jenis (LGBT) amat berbeda dengan otak orang normal.
“Jadi kalau ada yang bilang dia homoseksual karena struktur otaknya berbeda, iya benar, tapi berbedanya adalah karena ada faktor experience yang dia lakukan,” ujarnya pada seminar bertema ‘LGBT dalam Prespektif Neurosains’ di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) kampus Limau, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (03/03/2016) kemarin.
Menurutnya dalam otak ada amygdala, bagian otak yang berperan penting dalam mengatur emosi. Dan aktivitas seksual tidak bisa dilepaskan dari faktor emosi. Contohnya, ketika seseorang sedang jatuh cinta, maka ia akan merasa berbedar-debar.
“Berarti amygdala adalah bagian otak paling penting untuk memproses emosi orientasi seksual, karena seks tanpa emosi tidak mungkin jalan,” ungkapnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terang Ihshan, pria homoseksual yang diperlihatkan gambar antara laki-laki telanjang dan perempuan telanjang, tingkat aktivasi amygdalanya lebih tinggi ketika melihat laki-laki telanjang.
“Sama halnya dengan lelaki heteroseksual, jika dikasih gambar perempuan telanjang maka tingkat amygdalanya akan meningkat,” jelasnya.
Menurut pria lulusan St. Laurentian University, Kanada ini, bentuk struktur dan fungsi otak bisa berubah tergantung perilaku dan pengalaman apa yang dilakukan.
“Jadi kalau seseorang seringkali ditampilkan pornografi sesama jenis, maka otakpun akan berubah hingga dia akhirnya mengenali bahwa itu adalah yang dia suka,” paparnya.
Hal tersebut dalam neuroscience, jelas Ihshan, dikenal dengan istilah neuroplasticity, yang menegaskan bahwa otak bisa mengorganisasikan (mengubah) dirinya sendiri.
Fakta itu sekaligus mendobrak kebuntuan pemikiran dunia kedokteran tentang konsep otak selama sekira tiga abad lamanya, yang mengatakan bahwa otak manusia berhenti berkembang pada usia tertentu.
Untuk itu, Ihshan juga menyayangkan dan mengkritik penelitian terkait otak seorang LGBT yang umum dilakukan pada saat ini, yang menggunakan sampel otak seorang heteroseksual dan homoseksual.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Karena mengambil sample nya adalah orang yang sudah hidup dalam orientasi homoseksual bertahun-tahun, maka ketika discan, otak yang dihasilkan adalah otak yang sudah dibentuk selama tahunan itulah”, tukas pria yang pernah meneliti di Institute for Neuroscience, Ghent University, Belgia.
Ia mengungkapkan, jika ingin jujur, harusnya penelitian otak tentang homoseksual bersifat longitudinal, seperti dengan mengikuti seorang anak sejak lahir selama 20 tahun, dan setiap tiga tahun di-scan otaknya. Kemudian dari situ bisa lihat bagaimana perubahannya dari segi bentuk dan fungsi otak ketika dia menjadi hetero maupun homoseksual.*