Hidayatullah.com- Bangsa Indonesia maupun al-Qur’an, tidak ada larangan negara Indonesia bekerja sama dengan negara-negara manapun di dunia.
Karena itu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memahami wacana kerjasama antara Kementerian Agama (Kemenag) dengan Kedutaan Besar (Kedubes) Iran untuk Indonesia guna pengembangan pendidikan, pariwisata, budaya dan agama.
Hanya saja, wacana kerjasama Kemenag dengan Kedubes Iran untuk Indonesia harus dijelaskan transparan pada masyarakat. Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid.
“Tapi, sekarang kan sedang agak sensitif soal Syiah di Indonesia makanya, Menag harus memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya dan jaminan bahwa kerja sama ini tidak akan masuk ke dalam wilayah yang sensitif itu, sehingga tidak memperkeruh suasana,” jelas Sodik mengimbau.
Ke depan, Sodik berharap, Syiah dan Sunni perlu mengadakan diskusi yang ikhlas, jujur, dan terbuka berdasarkan basis sejarah, syariah, dan undang-undang, serta bagaimana implementasinya di Indonesia. Sebab, lanjutnya, selain singgungan aspek aqidah dan syari’ah antara Sunni dan Syiah, ia juga khawatir akan bersinggungan dengan aspek kenegaraan, penguasaan, pemerintahan dan sebagainya.
“Ini yang perlu dibicarakan dengan terbuka antara Syiah dan Sunni dan juga pemerintah,” ujar Sodik kepada hidayatullah.com, di Jakarta, Selasa (02/02/2016) kemarin.
Kalau soal akidah dan syariah, sepanjang itu tidak bertentangan dengan agama dan dasar negara Pancasila biarkan saja saling berkompetisi, tapi pemerintah harus mengadakan gentle agreement, pembicaraan tingkat tinggi supaya jangan sampai memindahkan konflik yang terjadi di Timur Tengah ke Indonesia.
“Sudah seharusnya pemerintah itu membuat langkah-langkah yang lebih cerdas,” tandas Sodik.
Sebagaimana diketahui, Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia H E Valiollah Mohammadi bersilaturahim ke Kementerian Agama RI. Kedatangan Dubes Negeri Mullah ini didampingi para Diplomat Kedutaan Iran, seperti Maktabifarah, Famouri, dan Ali Pahlevani R.
Kedatangan Dubes Iran ini diterima Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang didampingi Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Gunaryo, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis, dan Kasubdit Ketenagaan Dit Diktis Imam Safei.
Valiollah mengajak Kemenag untuk lebih pro aktif dalam menjalin kerja sama Indonesia – Iran. Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa dikerjasamakan. Di bidang Pendidikan Islam, Valiollah mengajak kerjasama di bidang pertukaran mahasiswa, dosen, dan lain sebagainya.
“Kami di Iran, mempunyai intansi yang menjadi wadah Syiah, Sunni, dan Syiah-Sunni. Instansi ini dapat dijadikan contoh bahwa Syiah dan Sunni bisa kerjasama,” terangnya, Senin (01/02/2016) seperti dikutip laman kemenag.go.id.
Kerjasama lainnya di bidang Ilmu Al-Quran dan Haji. Valiollah berharap dapat memperoleh pengalaman dan ilmu dari Indonesia dalam menyelenggarakan ibadah haji.
Dubes Iran juga mengajak kerjasama terkait dialog ulama dua negara. Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan Ideologi Sunni terbesar di dunia, sedang Iran adalah syiah terbesar.
“Kami berharap, para ulama dua negara, mampu ketemu, duduk bersama dan berdialog. Hal ini untuk mengurangi kesalahpahaman masyarakat kita,” urainya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kerjasama juga bisa dilakukan di bidang seni dan pariwisata Islami. Valiollah menilai, Indonesia dan Iran sangat kaya akan seni. “Sertifikasi makanan halal pun bisa kita kerja samakan,” tuturnya.
Menag Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, Kemenag siap bekerja sama dengan Pemerintah Islam Iran. Menurutnya, beberapa hal yang berhubungan dengan Kemenag, akan dipelajari secara seksama. Sedangkan yang berhubungan dengan kementerian lainnya, akan dikoordinasikan dengan kementerian terkait.
Menag menjelaskan bahwa Kemenag mempunyai proyek 5.000 Doktor di berbagai disiplin ilmu yang bisa dikerjasamakan dengan Iran. Menag juga menyambut baik usulan Dubes tentang dialog antarulama.
“Dialog Ulama Indonesia dan Iran, antara Sunni-Syiah memang diperlukan untuk meminimalisir kesalahpahaman di masyarakat. Perbedaan Sunni-Syiah adalah masalah klasik dan telah terjadi ratusan tahun silam. Sering kali, masyarakat kita salah paham,” katanya.*