Hidayatullah.com- Dewan Pers Indonesia Priambodo RH menuturkan, ada hal yang harus dicermati dalam pemberitaan media siber, yaitu bagaimana sebuah pemberitaan itu mampu membuat semangat, memberi hikmah serta manfaat bagi pembaca.
“Itu sebagaimana yang tercantum dalam kode etik jurnalistik. Dan, kita tahu segala sesuatu itu ada hikmanya,” kata Priambodo saat ditemui hidayatullah.com di Gedung Dewan Pers Indonesia, di Jalan Kebon Sirih, Jakarta, belum lama ini.
Jadi, Priambodo menegaskan pemberitaan media siber itu bukan mencari ini salah siapa, karena nggak bakal ketemu jika yang dicari itu. Kalau pun ada media siber seperti itu menurutnya, justru tidak memberikan manfaat, malah menjerumuskan pembaca, pemirsa maupun pendengar.
“Kalau sudah begitu ujung-ujungnya nanti bisa nyalahin Tuhan dong! Ini kenapa Tuhan bikin takdir buruk. Nah, nggak boleh begitu dong,” cetusnya.
Maka, menurut Priambodo, pemberitaan media siber itu sudah seharusnya menyajikan berita-berita yang memberikan hikmah dari suatu peristiwa atau musibah. Bagaimana di masa mendatang supaya tidak terulang lagi peristiwa tersebut, salah satunya adalah dengan melakukan upaya-upaya minimalisasi.
Priambodo menambahkan jika format konten informasi yang mempunyai konteks itu masih jarang digunakan media siber sekarang ini. Maksudnya banyak media siber yang kontennya tidak mempunyai konteks hikmah atau makna, seperti hanya mencari sensasi, dianggap wauw ataupun sejenisnya.
“Saya rasa kalau melihat pedoman pemberitaan media siber dan kode etik jurnalistik sudah cukup menjadi aturan dalam menyajikan sebuah berita. Cuma saat ini masalah pertamanya informasi bias, kedua wartawan banyak yang malas untuk menguji berita yang masih bias keshahihannya meliputi keakuratan fakta, narasumber yang credible dan capable, serta acuan data.
Menurut Priambodo, itulah yang menjadi kecenderungan pada media siber saat ini karena tidak mau menkonfirmasi ketiga hal itu. Bahkan disinggung dalam sebuah buku Blur Bill Compact yang menjelaskan 9 elemen menjadi 10 elemen, dengan adanya media siber dan internet itu sulit untuk menguji mana informasi yang shahih dan bukan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Lebih lanjut, pada 1940-an, seorang tokoh humas mengatakan media atau wartawan itu bukan ratu dunia tapi ratu dunia adalah bagaimana konten informasi yang mempunyai makna bagi publik, apakah membuat manfaat untuk publik. Sebab, sebuah media siber dikatakan berhasil kalau mampu memberikan manfaat kepada publik.
“Ingat yah! Memberi manfaat bukan membuat konflik publik. Itulah yang disebut media literasi,” tegasnya.
Priambodo mengakui bahwa media siber sekarang ini jarang dimanfaatkan untuk memberikan manfaat kepada publik tetapi justru yang ada media seiber yang hanya menciptakan sensasi-sensasi yang tidak bermanfaat.*