Hidayatullah.com–Sikap pemerintah yang sejauh ini tidak memberikan sinyal akan meminta maaf kepada keluarga eks Partai Komunis Indonesia (PKI) diapresiasi positif kalangan DPR.
Anggota Komisi I DPR bidang pertahanan, Ahmad Zainuddin menyambut baik sikap Istana yang tidak mengindahkan desakan sejumlah pihak agar negara meminta maaf atas peristiwa tahun 1965.
“Sejauh ini sikap pemerintah sudah tepat tidak meminta maaf atas peristiwa tahun 1965. Kita harap ini konsisten sampai kapanpun,” ujar Zainuddin di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2015) siang.
Menurutnya, memaafkan PKI atas kejahatan hak asasi manusia yang dilakukannya terhadap rakyat Indonesia berarti memaklumi kejahatan kemanusiaan. Sebab dalam sejarah, lanjut dia, tercatat PKI melakukan tiga kali upaya pemberontakan yang puncaknya adalah kudeta berdarah tahun 1965.
“Apa yang dilakukan PKI itu memecah bangsa, mengkhianati Pancasila. Saat bangsa ini tengah berjuang mempertahankan kemerdekaan, mereka justru menusuk dari belakang,” jelas anggota pengawas intelijen dari Komisi I DPR ini.
Wakil Ketua FPKS di MPR RI ini menambahkan, TAP MPRS No 25 tahun 1966 tentang pelarangan dan pembubaran PKI hingga saat ini masih berlaku. Bahkan pada tahun 1999, diperkuat lagi dengan UU no 27 tahun 1999 tentang perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. Dalam UU tersebut, secara tegas dinyatakan larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk yang diancam dengan ancaman pidana.
“Jadi memaafkan PKI berarti menentang Tap MPRS no 25 tahun 1966. Juga memaafkan kejahatan PKI yang atheis berarti mengingkari Pancasila dan UUD NRI 1945 bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa. Negara harus hati-hati,” imbuh Zainuddin.
Lebih lanjut menurut politisi dapil DKI Jakarta I ini, rekonsiliasi terhadap peristiwa tahun 1965 tidak harus dengan mendesak agar negara meminta maaf. Pemerintah dapat memberi perhatian aspek pendidikan, sosial dan kesejahteraan terhadap pihak yang disebut keluarga eks PKI, sebagaimana dengan warga negara lainnya.
“Peristiwa HAM ini mereka PKI yang mulai. Seharusnya mereka yang terlebih dahulu minta maaf kepada bangsa ini. Bukan sebaliknya,” pungkas Zainuddin.
Sebelumnya, pemerintah telah menepis wacana akan meminta maaf kepada keluarga eks PKI atas peristiwa tahun 1965. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan bahwa hingga kini belum pernah ada pembahasan soal rencana permintaan maaf itu.
“Yang jelas persoalan permintaan maaf dan sebagainya itu tidak pernah dibicarakan dalam rapat-rapat di kabinet maupun ketika kami mendampingi. Sikap Presiden sudah disampaikan secara jelas bahwa konsentrasi beliau sekarang ini adalah menyelesaikan persoalan ekonomi yang sedang dihadapi bangsa ini,” kata Pramono pada Selasa (22/09/2015) lalu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Hal serupa juga disampaikan Pengurus Pusat Muhammadiyah yang meminta klarifikasi Presiden Joko Widodo terkait isu tersebut. Kepada Muhammadiyah, Jokowi membantah akan meminta maaf kepada keluarga eks PKI.
Isu permintaan maaf dalam kasus G30.S/PKI ini muncul setelah pemerintah mewacanakan rekonsiliasi terhadap korban atau keluarga korban sejumlah kasus pelanggaran berat HAM. Sampai saat ini, wacana rekonsiliasi itu masih belum difinalisasi.
Pemerintah memberi perhatian lebih pada kasus pelanggaran berat HAM, seperti kasus Talangsari, Wasior, Wamena, penembak misterius atau petrus, G30S PKI, kerusuhan Mei 1998, dan penghilangan orang secara paksa.*