Hidayatullah.com- Anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat, DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM menuturkan pemerintah melalui kementerian terkait, seyogyanya harus mengawasi arus ekspansi ideologi imamah yang dilakukan Syiah Iran di Indonesia.
Hal itu dilakukan Syiah Iran melalui langkah menjalin kerjasama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. [baca: Soal Kerjasama UIN Jakarta-Iran, Pakar: Iran Lakukan Proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia].
“Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan, sebagaimana yang terjadi di Libanon dan Yaman,” ungkap DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015)
Menurut DR. Abdul Chair menegaskan political will (kebijakan) pemerintah sangat diperlukan dalam membatasi kerjasama dengan Iran.
Untuk bidang pendidikan, keagamaan dan kebudayaan, sambung DR. Abdul Chair, seharusnya dilakukan moratorium, dan selanjutnya dialihkan kerjasama tersebut dengan negara-negara yang bermadzhab sama yakni madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah, bukan Syiah yang jelas-jelas menyimpang dan bankan menyesatkan.
“Kasus Sampang adalah bukti Syiah Iran sesat dan menyesatkan, karena Syiah yang di Sampang maupun yang ada di berbagai wilayah Indonesia semuanya mengacu dan menginduk pada Iran,” tegas DR. Abdul Chair.
Menurut DR. Abdul Chair, fatwa MUI tahun 1984 tentang Mewaspadai Kesesatan Syiah Imamiyyah serta sebelumnya ada SE Departemen Agama tahun 1983 yang menegaskan perbedaan Syiah dengan Ahlus Sunnah seharusnya menjadi rujukan pemerintah.
“Fatwa MUI yang menyebutkan kata ‘mewaspadai’ bukan tanpa alasan, dalam kata itu terkandung makna ada ‘bahaya’ dan ‘ancaman’ dari masuknya ajaran Syiah di Indonesia,” jelas DR. Abdul Chair.
Ketika ada ancaman dan bahaya, maka kata DR. Abdul Chair, kita harus bersikap mawas diri dan berhati-hati. Sudah sekian lama fatwa itu dikeluarkan, dan masih eksis serta terbukti adanya penguatan ekspansi ideologi Syiah Iran yang semakin masif dan ofensif.
“Kita akui, bahwa tingkat Kewaspadaan Nasional (early warning) pada saat ini sangat lemah, tidak seperti waktu era Orde Baru, namun demikian bukan berarti pemerintah tidak mengindahkan fungsi Kewaspadaan Nasional. Lemahnya fungsi Kewaspadaan Nasiona akan melemahkan tata laku Ketahanan Nasional,” pungkas DR. Abdul Chair.
Seperti diketahui, beetempat di Gedung Rektorat UIN Jakarta, Hari Rabu (18/03/2015) Fakultas Ushuluddin-Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta melakukan kerjasama dengan University and Research Institute for Quran and Hadith Iran (UAR).
Kerjasama disaksikan Rektor UIN Jakarta, Prof Dr Dede Rosyada MA dan Vice President and Senior Advisor for University and Research Institute for Quran and Hadith Dr Reza Berenjkar.
Juga disaksikan Wakil Ayatullah Reyshahri dari University and Research Institute for Quran and Hadith Prof. Dr Hadi Sadegi, Deputi Kebudayaan UAR Dr. Mohammad Taqi Sobhaninia, Konsulat Kebudayaan Kedutaan Iran untuk Indonesia Dr. Ibrahimian, Dekan Wakil Rektor Bidang Kerjasama Prof Dr Murodi, dan Dekan Fakultas Ushuluddin Prof Dr Masri Mansoer MA, dan Kepala Pusat Layanan Kerjama Internasional Rahmat Baihaky MA.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam salinan naskah kerjasama disebutkan, kerjasama akademik mencakup kolaborasi akademik berupa pertukaran material sumber bidang pendidikan yang diminati, publikasi bersama hasil penelitian, pertukaran pelajar, pertukaran dosen dan karyawan, kerjasama riset, program akademik jangka pendek, dan berbagai bentuk kerjasama yang memperkaya kualitas akademik kedua lembaga. Tempo kerjasama direncanakan berlangsung selama lima tahun sejak tanggal ditandatangani.
Menurut Abdul Choir, kerjasama pengembangan studi al-Qur’an dan Hadith dan pertukaran pelajar serta publikasi jelas akan memberikan keuntungan geopolitik bagi Syiah Iran dalam rangka mempertahankan ruang hidup ajaran Syiah dan konsep imamah Syiah di Indonesia.*