Hidayatullah.com–Dakwah adalah aktifitas yang mulia, utama, dan tak ada matinya. Sebab, sejatinya, inilah pekerjaan prioritas yang hendaknya dilakukan oleh umat Islam. Yakni aktifitas mentransformasikan nilai dan ajaran Islam kepada segenap umat manusia agar mereka menemukan kebenaran dan mendapatkan pencerahan.
Demikianlah benang merah dari penyampaian materi yang disampaikan oleh tim Posdai saat mengisi acara Training for Trainers: Change Maker Da’i “Peace for Sentul City” yang digelar di Kampus Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia (STIE TAZKIA), Sentul, Bogor, Rabu (24/12/2014).
Acara ini digelar oleh STEI Tazkia bekerjasama dengan Posdai Hidayatullah dan Abqory Super Youth Tazkia @asy_EO guna untuk membekali mahasiswa dan juga masyarakat umum tentang keutamaan menjadi dai dan kemuliaan dakwah.
Pada kesempatan kegiatan yang dihadiri puluhan peserta berlangsung di Gedung Al Hambra tersebut, Posdai Hidayatullah mendapatkan kesempatan mengisi acara sepenuhnya dengan menghadirkan 3 orang narasumber. Mereka adalah Ustadz Asep Supriatna yang membawakan materi Prinsip Dasar Dakwah, Ustadz Agung Trana Jayal Lc, yang memaparkan materi Fiqih Ikhtilaf, dan Ustadz Samani Raharjo yang mengulas masalah missionari, kristenisasi, dan kiat-kiat mengadapi dan pencegahannya.
Ustadz Asep dalam pemaparannya, menjelaskan bahwa dalam setiap dakwah yang dilakukannya, Rasulullah mempunyai konsep baku mengenai prinsip dan metodenya. Sehingga, terangnya, dakwah tidak boleh dilakukan serampangan apalagi langsung frontal. Setiap dai harus memahami prinsip dasar ini.
Mengutip Surah Al Qur’an pada ayat 159 surah Ali Imron, Ustadz Asep mengingatkan setidaknya seorang dai harus memiliki 3 prinsip dasar dalam melakukan dakwah sebagaimana diperintahan Allah Ta’ala dalam firman-Nya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Mengacu dari ayat metode dasar dakwah di atas, maka, terang Asep, hendaknya para dai harus memahami tiga hal yang menjadi prinsip dan metode yang ditempuh Nabi dalam berdakwah, yaitu kelemahlembutan, pemaaf, dan bermusyawarah.
“Prinsip dasar ini hendaknya menjadi acuan utama kita dalam membina umat dan melakukan dakwah kepada level tertentu di masyarakat kita. Kedepankan kasih sayang, kesantunan, dan kelapangan hati,” pesannya.
Pada sesi lainnya, Ustadz Agung Trana Jaya yang menyampaikan tema Fiqih Ikhtilath, melontarkan pentingnya memahami fiqih dakwah dan ikhtilath ini.
Kata beliau, fiqih iklhlitah adalag sebuah metode untuk memahami berbagai perbedaan fiqh yang terdapat di masyarakat. Dengab memahami fiqih ikhtilkaf, seorang dai dapat melakukan pendektan dakwah di tengah masyarakat sehingga dakwahnya bisa diterima.
Diterangkan Ustadz Agung, tidak saja dai yang butuh memahami fiqih ikhtilaf ini namun sebaiknya ummat Islam hendaknya memahami perbedaan pendapat yang muncul agar perbedaan yang bersifat khilafiah tak melulu melahirkan perselisihan.
Karenanya, ia juga mengingatkan bahwa untuk menjadi seorang dai harus memahami betul fiqih ikhtilaf agar benar-benar dapat menjalankan fungsi dengan semestinya. Sebab, sasaran kerja para dai dan aktivis Islam adalah persatuan, kekompakan, kerapihan, dan kekokohan barisan umat Islam.
“Untuk itu, mari kita berbesar hati selalu dalam melihat perbedaan yang ada dalam umat ini selama itu tidak keluar dari koridor Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah,” tukasnya.
Sementara itu Samani yang mengisi tema tentang gerakan missionaris dan kristenisasi di penghujung sesi, memaparkan fakta-fakta gerakan missionaris yang menyasar umat Islam, khususnya kalangan awam, miskin, dan terpencil.
Samani mengungkapkan, sejatinya telah ada sejak lama peraturan yang melarang penyiaran agama kepada warga negara Indonesia yang telah beragama sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Agama nomor 70 tahun 1978. Namun rupanya peraturan ini tak indahkan oleh penganut agama tertentu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Salah satu contohnya, Samani menyodorkan fakta terbaru bagaimana gencarnya aksi missionaris yang menyasar umat Islam ini. Yakni aksi lapangan yang dilakukan oleh penganut agama tertentu dalam sebuah Car Free Day di jantung pusat kota Jakarta. Seorang ibu yang jelas-jelas berjilbab “dipaksa” untuk membenarkan keimanan mereka. Aksi ini terekam sangat jelas oleh kamera wartawan.
“Kita tidak bisa lagi diam, kita harus bangun dan sadar bahwa aksi missionaris yang menyasar saudara-saudara muslim kita terus berlangsung. Tentu kita tidak rela mereka dimurtadkan hanya karena kurangnya perhatian kita,” imbuhnya.
Karenanya, Samani meminta dukungan peserta yang hadir untuk aktif berdakwah di mana saja dalam membimbing serta membina masyarakat Muslim yang masih awam dengan agama mereka. Jika itu tidak mampu juga dilakukan, maka berikanlah dukungan kepada para dai yang tengah berjibaku dengan para missionaris yang umumnya berfasilitas lengkap lagi elit.
“Sesibuk apapun, mari terus berdakwah tanpa harus ke medan dakwah. Mari kita membersamai kerja mulia para dai di medan dakwah dengan doa kita, cinta kita, dan tentu, donasi kita,” tukas Samani seraya memungkasi pemaparannya.*