Hidayatullah.com–Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin dan Syafig Mughni, menggugat Undang-undang Rumah Sakit ke Mahkamah Konstitusi (MK).
PP Muhamadiyah menolak UU Rumah Sakit yang mengharuskan membentuk badan hukum khusus tentang perumahsakitan. Menurut Muhammadiyah, UU tesebut sama dengan tidak mengaku hak berserikat dan berkumpul.
Selain itu, Muhammdiyah bisa kehilangan aset karena akan ada dualisme kewenangan di dalam badan hukum mereka.
“Jika undang-undang ini diberlakukan, maka Muhammadiyah akan kehilangan aset. Kehilangan hak untuk melaksanakan atau menyelenggarakan usaha-usaha bidang kesehatan umum,” ujar Ketua Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan PP Muhammdiyah, Syafiq A. Mughi di MK, Kamis (18/4/2013).
Syafiq menyayangkan UU tersebut yang dinilainya akan menghambat Muhammdiyah dalam dalam memberikan sumbangan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Padahal banyak sumbangan amal dari masyarakat yang bisa dimanfaatkan.
“Masyarakat juga akan merugi karena Muhammdiyah bersifat sosial dan mempunyai daya dukung yang sangat besar,” kada dia.
Melalui kuasa hukumnya, Syaiful Bahri, Muhammdiyah meminta agar MK membatalkan pasal-pasal yang memberatkan di UU tersebut.
“Meminta MK menyatakan ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal itu bertentangan dengan UUD 1945,” tegas dia, dalam laman Tribunnews.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam gugatannya, PP Muhammadiyah merasa berkeberatan dengan berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, khususnya Pasal 7 ayat (4), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 25 ayat (5), Pasal 62, Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 64 ayat (1). Sebab, pasal-pasal itu mewajibkan rumah sakit harus dikelola di bawah naungan badan hukum yang bergerak di bidang perumahsakitan.*