Hidayatullah.com–Anggaran peningkatan mutu pendidikan Islam di Indonesia sebaiknya menggunakan Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN). Sebab gagasan menggunakan Dana Abadi Umat (DAU) dinilai penuh dengan syubhat. Kesyubhatan itu karena kekhawatiran DAU sudah terkena riba karena didepositokan ke dalam bank konvensional. Ketidakjelasan posisi bunga bank ini membuat kehalalan DAU itu sendiri perlu dikaji serius. Demikian disampaikan Munarman SH menanggapi usulan pemanfaatan DAU.
“Kalau soal pendidikan itu tanggung jawab negara, pendidikan Islam seharusnya diambil dari porsi APBN bukan dari dana umat begitu (DAU) begitu,” jelas salah satu orang kepercayaan Habib Muhammad Rizieq ini kepada hidayatullah.com, Ahad (30/09/2012).
Menurutnya, saat ini anggaran pendidikan dari APBN sebesar 20%. Seharusnya umat Islam bisa menuntut porsi yang lebih besar untuk pengembangan pendidikan Islam.
Sedangkan gagasan subsidi pendidikan Islam dari DAU masih serius dikritisinya. Selama pengelolaan dana haji masih bersinggungan dengan deposito dan bunga bank. Maka ia berprinsip bunga bank adalah haram sesuai dengan aturan syariat Islam.
Menurutnya, jauh lebih baik permasalahan pengelolaan dana haji diselesaikan tuntas. Baik pada sengketa penggelapan uang hingga managemen dan haji yang bebas riba. Jika hal ini belum tuntas, maka menggunakan DAU untuk pendidikan Islam adalah sesuatu yang kehalalannya masih dipertanyakan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebelum ini gagasan pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU)mencuat ke permukaan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI, hari Selasa (25/09/2012).
Kala itu, kalangan anggota dewan mengusulkan pembekuan sengketa DAU di Kementerian Agama harus segera dipecahkan. Kalangan dewan mengusulkan pengelolaan DAU yang dinilai mubazir dan tidak efektif. Padahal keberadaan DAU itu sangat vital bagi subsidi kebutuhan umat Islam yang salah satunya masalah pendidikan di madrasah.*