Hidayatullah.com–Anak-anak di Sudan Selatan dipaksa melihat ibu mereka diperkosa dan dibunuh, lapor Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sebuah laporan oleh penyidik-penyidik hak asasi manusia PBB menyebutkan bahwa warga sipil disiksa dan dimutilasi, serta desa-desa dihancurkan dalam skala besar.
Sebanyak 40 pejabat senior telah diidentifikasi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana kemanusiaan itu, lima di antaranya berpangkat kolonel dan tiga adalah gubernur negara bagian, lapor BBC Ahad (25/2/2018).
PBB mengatakan kesaksian yang dikumpulkan dari korban-korban selamat banyak yang memilukan, termasuk kisah di mana sejumlah orang dipaksa untuk memperkosa satu keluarga, mirip seperti yang pernah terjadi di Bosnia.
Seorang wanita bercerita bahwa putranya yang berusia 12 tahun dipaksa melakukan hubungan seks dengan neneknya, agar tetap hidup. Wanita yang sama juga menyaksikan suaminya dikebiri.
Seorang pria lain melihat temannya, seorang laki-laki, diperkosa beramai-ramai dan dibiarkan mati di semak-semak.
“Kekerasan seksual terhadap pria di Sudan Selatan jauh lebih luas dibanding catatan yang ada,” kata Yasmin Sook, kepala Komisi HAM Sudan Selatan.
“Apa yang kita lihat hanyalah puncak dari gunung es,” imbuhnya.
Seorang wanita korban selamat lain, yang sedang hamil di daerah Lainya County, mengatakan bahwa dirinya melihat sejmlah oranga yang dituduh sebagai pendukung oposisi pemerintah ditahan, lalu disiksa dan kepalanya dipenggal oleh kelompok SPLA. Wanita itu dikurung bersama mayat-mayat yang dimutilasi, yang salah satunya mayat suaminya.
“Ada pola nyata terjadinya persekusi etnis,” kata Andrew Clapham, komisioner HAM di Sudan Selatan.
“Sebagian besar dilakukan oleh pasukan pemerintah, yang harus dituntut dengan kejahatan kemanusiaan,” imbuhnya.
Rencananya, bukti-bukti yang ada akan dibawa ke pengadilan hibrida yang akan dibentuk oleh otorita Sudan Selatan bekerja sama denga Uni Afrika.
Namun, masalahnya kemungkinan pemerintah Sudan Selatan tidak akan mau membuat pengadilan itu, sebab sebagian dari tersangka utamanya adalah sekutunya sendiri dari kalangan militer, lapor wartawan BBC Will Ross.
Menanggapi laporan PBB itu, jubir pemerintah Sudan Selatan mengatakan bahwa perlu diselidiki lagi “realita dari laporan PBB itu karena sebagian besar laporan semacam itu terpotong-potong dan disalin” begitu saja.
Namun, Ateng Wek Ateng juga mengatakan kepada BBC bahwa pemerintah menanggapi serius laporan itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kami ingin UNHCR melengkapi kami dengan informasi yang dapat mengarah pada penangkapan 40 pejabat itu dan kami akan memastikan keempat puluhnya dikenai dakwaan,” ujar jubir pemerintah tersebut.
Sudan Selatan merupakan pecahan dari negara Sudan. Sementara di bagian utara Sudan kebanyakan penduduknya adalah Muslim, di bagian selatan penduduknya kebanyakan Kristen, meskipun tidak sedikit yang memeluk Islam. Warga di bagian selatan merasa pemerintah Khartoum dulu selalu memarjinalkan mereka dan ingin menguasai sumber kekayaan alamnya, sehingga terjadi perang saudara yang berujung pada pemisahan diri Sudan Selatan. Sekarang, meskipun mereka sudah merdeka sejak Juli 2011, pertikaian bersenjata masih berkobar di wilayah Sudan Selatan yang kaya sumber minyak itu.*