Hidayatullah.com–Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyampaikan bahwa pemerintah Turki pada tahun 2004 telah melakukan kesalahan karena mengesampingkan upaya untuk melarang perzinahan hanya karena dapat memenuhi persyaratan Uni Eropa. Ia menambahkan bahwa sudah saatnya mempertimbangkan kembali hukum-hukum timdakan ilegal.
Dalam sebuah pertemuan kelompok parlemen mingguan di Ankara pada Selasa, Erdogan mengatakan, masyarakat ini memiliki status yang berbeda dalam hal nilai moralnya, mengacu pada isu yang menyebabkan keretakan besar antara Turki dan Uni Eropa selama perundingan aksesi.
“Ini adalah kritik diri buat kita semua. Saya harus mengatakan bahwa dalam proses Uni Eropa kita membuat kesalahan… Kita sekarang harus mengevaluasi pembuatan peraturan tentang perzinahan dan mungkin menganggapnya bersamaan dengan isu pelecehan dan lainnya,” katanya dikutip dari The New Arab.
“Ini adalah masalah dimana Turki berbeda dari kebanyakan negara barat,” tambah Erdogan.
Baca: Turki Batalkan RUU Zina
Topik hukuman mati juga dibuka kembali. “Tentu saja, hukuman mati saat ini tidak legal, tapi masalah hukuman mati sangat penting bagi kita karena hubungannya dengan teror. Perubahan dalam konstitusi mengenai hal ini bisa muncul,” kata Erdogan.
Undang-undang “perzinahan” diajukan pada tahun 2004 sebagai bagian dari paket perubahan peraturan pidana, yang mencakup penghapusan penyiksaan. Undang-undang yang diusulkan dipandang sebagai upaya untuk membawa kode hukum Turki sesuai dengan undang-undang Eropa, namun “hukum perzinahan” mengumpulkan kritik luas di dalam dan di luar negeri.
Ankara mundur dari usulan RUU tersebut menyusul tekanan dari UE.
Pengadilan Konstitusional Turki membatalkan undang-undang (UU) perzinahan sebelumnya pada tahun 1996 dengan mengatakan bahwa hal tersebut tidak berlaku.
Tahun 1994 Parlemen Turki membatalkan rancangan UU tersebut selepas banyak diprotes kalangan oposisi, kelompok sekuler, aktivis perempuan, kelompok liberal yang banyak bercokol di negara itu. Termasuk tekanan dari Eropa.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
EU merasa khawatir jika RUU kelak akan dibawa menuju undang-undang berbau syari’ah.
Bahkan Menteri Luar Negeri Inggris kala itu, Jack Straw sempat mengancam, jika proposal itu disahkan sebagai undang-undang, maka akan menciptakan kesulitan bagi Turki
Ambisi Turki untuk bergabung dengan EU lebih dari setengah abad namun perundingan aksesi dimulai pada bulan Oktober 2005.
Turki sampai saat ini belum diterima sebagai anggota Uni Eropa. Peluang penerimaan keanggotaan itu semakin kecil setelah pemerintah Erdogan melakukan tindakan keras terhadap semua pihak yang dituduh terlibat upaya kudeta tahun 2016 lalu.
Erdogan telah marah dengan sikap Uni Eropa yang dia anggap mengulur-ulur tawaran kenggotaan.
Awal bulan ini, Erdogan menolak proposal kemitraan dengan Uni Eropa, yang menegaskan keanggotaan penuh ke dalam blok tersebut adalah satu-satunya pilihan, dan bahwa “UE harus menepati janjinya”.*/Sirajuddin Muslim