AZ ZARNUJI dalam Ta’lim Al Mut’allim mengisahkan bahwa suatu saat Khalifah Harun Ar Rasyid mengirimkan putranya kepada Imam Al Ashma’i, salah satu tokoh besar dalam bahasa Arab untuk belajar ilmu dan adab. Di sebuah kesempatan Harun Ar Rasyid menyaksikan Al Ashma’i sedang berwudhu dan membasuh kakinya sedangkan putra Harun Ar Rasyid menuangkan air untuk sang guru.
Setelah menyaksikan peristiwa itu, Harun Ar Rasyid pun menegur Al Ashma’i atas tindakannya itu,”Sesungguhnya aku mengirimkan anakku kepadamu agar engkau mengajarinya ilmu dan adab. Mengapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air dengan salah satu tangannya lalu membasuh kakimu dengan tangannya yang lain?”
Tawadhu’ kepada Guru, Orang Tua dan Pemimpin
Putra Ar Rasyid, Khalifah Al Ma’mun juga berusaha untuk menumbuhkan sifat tawadhu’ kepada para putranya. Ibnu Khalikan dalam Wafayat Al A’yan telah mencatat peristiwa yang menunjukkan betapa Khalifah Al Makmun berpayah-payah dalam usaha agar putra-putranya kelak dewasa dengan sifat mulia ini.
Kala itu, Khalifah Al Makmun menunjuk Al Farra’ ulama bahasa saat itu untuk mengajarkan ilmu nahwu kepada kedua putranya. Suatu saat, setelah menyampaikan ilmu kepada Al Farra’ pun bangkit dari tempatnya untuk meninggalkan istana, kedua putra Al Makmun berebutan untuk menyiapkan sandal Al Farra’. Perebutan sandal itu pun menyebabkan keduanya berkelahi sampai akhirnya keduanya berdamai dan bersepakat bahwa masing-masing membawa satu sandal untuk diserahkan kepada Al Farra’.
Kabar mengenai perkelahian itu akhirnya sampai ke telinga Khalifah Al Makmun melalui telik sandinya. Dan orang yang paling disegani di seluruh penjuru Baghdad itupun akhirnya memanggil Al Farra’. Setelah Al Farra’ menghadap Al Makmun pun bertanya,”Siapa orang di Baghdad ini yang paling terhormat?” Al Farra’ pun menjawab,”Paduka lah orang yang paling dihormati di negeri ini”. Lantas Al Makmun bertnya kembali,”Lantas siapa orang yang menyebabkan perkelahian karena berebut membawa sandalnya?”
Al Farra’ pun menjawab,”Hamba sebenarnya hendak melarangnya, namun hamba khawatir merusak karakter baik kedua putra paduka yang telah tertanam sebelumnya.” Menyimak alasan Al Farra’, Al Makmun pun menyampaikan,”Aku telah mengajari anakku meskipun mereka dihormati, untuk bertawadhu’ kepada tiga orang, yakni orang tuanya, gurunya serta pemimpinnya. Bahkan aku melatih mereka dalam hal ini sampai menghabiskan 20 ribu dinar. Sebab itu aku memberimu 10 ribu dirham sebagai balasan atas pendidikanmu yang baik kepada anak-anakku”.
Kelurga Ar Rasyid Mencari Ilmu dengan Mendatangi Ulamanya
Pengajaran sikap tawadhu’ Harun Ar Rasyid kepada putra-putranya tidak hanya mengandalkan para ulama, namun beliau sendiri memberi tauladan kepada putra-putra beliau. Sebagaimana tercatat dalam Al Adab As Syari’iyah oleh As Safarini, suatu saat Imam Malik diminta oleh Khalifah Harun Ar Rasyid untuk berkunjung ke istana dan mengajar hadits kepadanya. Tidak hanya menolak datang, ulama yang bergelar Imam Dar Al Hijrah itu malah meminta agar khalifah yang datang sendiri ke rumah beliau untuk belajar,”Wahai Amirul Mukminin, ilmu itu didatangi, tidak mendatangi.”
Akhirnya, Harun Ar Rasyidlah yang datang kepada Imam Malik untuk belajar. Meski seorang khalifah Harun Ar Rasyid pencari ilmu dengan cara yang biasa ditempuh dari kalangan rakyat jelata, yakni mendatangi para ulamanya.
Tidak hanya terhadap Imam Malik, Ar Rasyid pun menjaga ketawadhu’an di hadapan guru-guru para putranya. Suatu saat Ar Rasyid pernah meminta kepada Abu Yusuf, qadhi negara waktu itu, untuk mengundang para ulama hadits agar mengajar hadits di istananya. Tidak ada yang merespon undangan itu, kacuali dua ulama, yakni Abdullah bin Idris dan Isa bin Yunus, mereka bersedia mengajarkan hadits, itupun harus dengan syarat, yakni belajar harus dilaksanakan di rumah mereka, tidak di istana.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Akhirnya kedua putra Ar Rasyid, Al Amin dan Al Makmun lah yang mendatangi rumah Abdullah bin Idris. Dari Abdullah bin Idris, dua putra khalifah itu memperolah pengajarakn seratus hadits.
Setelah itu, Al Amin dan Al Makmun pun berangkat menuju rumah Isa bin Yunus dalam rangka mempelajari ilmu yang sama. Setelah keduanya memperolehnya, sebagai ”ucapan terima kasih”, Al Makmun memberikan 10 ribu dirham. Tapi Isa bin Yunus menolak, dan mengatakan,”Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tidak untuk mendapatkan apa-apa, walau hanya segelas air untuk minum”.
Demikianlah, kebesaran, kehebatan, kekuasaan tidak lantas menjadikan Harun Ar Rasyid bersifat arogan. Lebih dari itu, beliau merendahkan hati dan menindidik anak-anaknya untuk berendah hati di hadapan manusia.