Hidayatullah.com–Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansyur Hadi dapat dibunuh jika dia meninggalkan Arab Saudi dan kembali ke negara yang dilanda perang tersebut, seorang pejabat Yaman telah memperingatkan seperti dikutip Aljazeera, Ahad (12/11/1017).
Pejabat pemerintah itu mengatakan kepada Aljazeera bahwa pemerintah Saudi mengkhawatirkan keselamatan jiwa Hadi, dan “mendesak” presiden Yaman yang berusia 72 tahun itu untuk tidak kembali ke kota Aden, Yaman.
Pejabat tersebut sejak awal pekan ini juga menyerang dengan keras laporan media yang mengklaim bahwa Hadi menjalani tahanan rumah di Riyadh.
“Klaim yang menyatakan Hadi jadi tahanan rumah sepenuhnya omong kosong,” kata pejabat tersebut tanpa menyebut namanya karena dia tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
“Hadi bisa ke mana saja yang dia mau, dia bahkan bisa bepergian ke luar negeri, tapi dari apa yang saya pahami ada bahaya nyata yang mengancam jiwanya jika dia kembali ke Aden.”
Hadi dan sebagian besar pejabat pemerintahannya telah tinggal di Riyadh sejak tahun 2015 ketika pemberontak Syiah Houthi, bekerja sama dengan para tentara yang setia kepada pendahulunya Hadi, mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, merebut wilayah dengan cakupan yang luas di negara tersebut, termasuk Sanaa, ibu kota Yaman.
“Ada kekuatan di sana yang menarget dia, dan karena itulah Saudi merasa tidak tepat baginya untuk kembali. Saudi telah mendesaknya untuk tinggal di Riyadh sampai situasi keamanan membaik,” tambah pejabat tersebut.
Baca: Arab Saudi Sukses Cegat Rudal Pemberontak Syiah Al Houthi
Pejabat tersebut tidak mengatakan pasukan mana yang ingin “menarget” Hadi, namun sebagian besar wilayah selatan dan tenggara berada di bawah kendali Uni Emirat Arab dan milisi yang didukung oleh Abu Dhabi.
Pernyataan tersebut keluar beberapa hari setelah beberapa organisasi berita internasional melaporkan bahwa Hadi, bersama dengan anak-anaknya, para pembantu dan pejabat militer – yang belum mengunjungi Yaman sejak Februari – telah menjalani masa tahanan rumah.
“Ketika Hadi meminta untuk pergi, mereka [Arab Saudi] menanggapi bahwa tidak aman baginya untuk kembali karena ada komplotan yang ingin mengambil nyawanya dan [Saudi] mengkhawatirkan jiwanya,” jelas pejabat itu.
Sementara itu, Murad Alazzany, analis politik dan profesor di Universitas Sanaa, mengatakan kepada Aljazeera: “Popularitas Hadi yang goyah berjalan seiring dengan kekuatan Uni Emirat Arab yang berkembang di Yaman selatan.”
“Kegagalannya untuk kembali ke Yaman menggarisbawahi hilangnya otoritasnya – bahkan di selatan yang secara formil berada di bawah pemerintahannya.”
“Yaman sangat terpolarisasi, dan dia patut disalahkan atas hal ini. Dia gagal menawarkan penyelesaian politik yang praktis dan tidak memiliki kepribadian atau keterampilan yang diperlukan untuk menyatukan rakyat, dan jangan lupa – dia memiliki legitimasi nol.”
Baca: Iran Akui Bekali Senjata Milisi Syiah Houthi Serang Arab Saudi
“Dia juga gagal mendapatkan dukungan publik di utara, dan ini tercermin di selatan. Sangat sedikit orang selatan yang mendukungnya,” Alazzany menambahkan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Uni Emirat Arab masuk dalam perang Yaman pada tahun 2015 sebagai bagian dari koalisi Arab pimpinan Saudi untuk memulihkan pemerintahan Hadi yang “sah”.
Baca: Iran Akui Bekali Senjata Milisi Syiah Houthi Serang Arab Saudi
Tapi dalam dua tahun terakhir ini Uni Emirat Arab disinyalir telah melatih, mendanai dan mempersenjatai kelompok milisi di Yaman, membangun penjara-penjara, serta membentuk lembaga keamanan yang sejajar dengan pemerintahan Hadi.
Kelompok milisi tersebut “mengarah” kepada Aidarous al-Zubaidi, pemimpin gerakan pemisahan diri Yaman Selatan.
Sebuah laporan kelompok hak asasi manusia menemukan bahwa Uni Emirat Arab telah mendanai dan mengarahkan ‘Security Belt/Sabuk Pengaman’ – sebuah kekuatan yang diciptakan pada tahun 2016 yang telah bertanggung jawab secara sewenang-wenang menahan dan menculik orang.*/Abd Mustofa