Hidayatullah.com—Upaya negara kaya minyak Azerbaijan untuk menggugat dua jurnalis Prancis yang menyebut pemerintahannya sebagai diktator, tidak dikabulkan oleh pengadilan di Prancis hari Selasa (8/11/2017).
Dilansir Reuters, pengadilan di Nanterre dekat Paris mengakhiri kasus itu dengan alasan tindakan di mana negara menggugat hukum jurnalis itu bertentangan dengan prinsip kebebasan pers. Pengadilan menerima argumen bahwa sebuah “negara berdaulat bukanlah individu.”
Kasus gugatan atas lembaga penyiaran publik France Télévisions dan dua jurnalisnya, penyiar Elyse Lucet dan reporter Laurent Richard, berawal dari laporan perihal kunjungan Presiden Prancis Francois Holland ke Azerbaijan pada tahun 2015.
Ketika membawakan acaranya, Lucet mengklaim bahwa diplomasi Prancis meletakkan urusan bisnis di atas hak asasi manusia, dengan menggambarkan Azerbaijan sebagai sebuah “negara diktator, salah satu yang paling tidak beradab di dunia.”
Sementara di hari yang sama, Laurent Richard saat bersiaran di France Info menyebut Presiden Ilham Aliyev sebagai seorang “diktator” dan “despot”.
Di pengadilan, Lucet bersikukuh mengatakan bahwa timnya di Cash Investigation menghabiskan waktu satu tahun guna mempersiapkan laporan tersebut.
“Menyebut Azerbaijan sebagai diktator bukanlah sebuah opini,” ujarnya. “Cash Investigation bukan sebuah program opini, melainkan investigasi.”
Tim pembela mereka menghadirkan aktivis-aktivis HAM yang pernah dipenjara sebagai saksi dan mengutip kampanye Reporters Without Borders, yang mengklaim bahwa kebebasan pers secara berkelanjutan digerus selama 4-5 tahun belakangan di Azerbaijan, negara yang berada di posisi 162 dari 180 daftar peringkat kebebasan pers.
Jangan dikira Azerbaijan tidak ada simpatisannya di Prancis.
Berpendapat bahwa Azerbaijan merupakan suar toleransi beragama, tim pengacara hukumnya memanggil bekas anggota parlemen politisi sayap kanan Jean-Francois Mancel, serta Andre Villiers politisi sayap kanan-tengah UDI, sebagai saksi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kedua politisi itu merupakan anggota organisasi French Friends of Azerbaijan, yang terkadang disebut sebagai “alat pemerintah Baku dalam diplomasi Caviar,” dan sering mengungjungi negara di kawasan Kaukasus itu.
Sebelum kasus ini, Azerbaijan pada bulan Mei juga pernah menggugat anggota parlemen Prancis Francois Rochebloine, yang menyebutnya sebagai “negara teroris,” dikarenakan kebijakannya atas Nagorno Karabarkh, di mana banyak orang Armenia tinggal. Namun, kasusnya juga dihentikan pengadilan.
Tim pengacara hukum Azerbaijan mengatakan akan mengajukan banding, dan Villiers mengaku siap untuk dijadikan saksi lagi membela pemerintah Baku.*