Hidayatullah.com—Seorang remaja putri Denmark berusia 15 tahun, yang juga seorang mualaf, muncul dalam persidangan perdana yang digelar tertutup dengan dakwaan kepemilikan bahan peledak dan terorisme.
Gadis belasan tahun itu dikabarkan ditangkap pada hari Rabu (13/1/2016) sore di desa Kundby di Pulau Zealand.
Dilansir The Local dari TV2, remaja putri itu didakwa dengan undang-undang terorisme Denmark. Dakwaannya meliputi kepemilikan senjata, detonasi peledak dan mendorong aksi terorisme.
Polisi wilayah Zealand Tengah dan Barat hari Selasa pagi mengataakn lewat akunnya di Twitter bahwa belum ada komentar mengenai kasus itu dari mereka.
Dalam pesan susulannya, kepolisian distrik mengatakan “seseorang” telah dihadirkan di persidangan pada pukul 12 siang, tetapi tidak ada keterangan lebih lanjut, tulis The Local Kamis (15/1/2016).
Persidangan kasus tersebut dilakukan “di balik pintu terkunci ganda”, maksudnya seluruh informasi yang muncul dari proses hukum di pengadilan tidak akan diungkapkan ke media atau publik.
Menurut TV2, terdakwa adalah seorang gadis Denmark dan belum lama ini pindah memeluk agama Islam. Salah seorang tetangga remaja itu mengatakan kepada tabloid BT bahwa di laman Facebook gadis itu menunjukkan dirinya adalah pendukung Islam dan ide menjadikan orang-orang Denmark sebagai Muslim. TV2 juga melaporkan bahwa profil Facebook remaja putri itu menunjukkan pemiliknya tergabung dalam kelompok Hizbut Tahrir.
Mantan kepada Badan Keamanan dan Intelijen Denmark (PET) Frank Jensen kepada TV2 mengatakan bahwa ditinjau dari banyak sisi kasus tersebut “tidak biasa”.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Cara pihak berwenang menangani kasus tersebut dianggap Jensen tidak biasa. Padahal, biasanya jika ada unsur-unsur seperti yang terdapat dalam kasus itu (misal terorisme), perkara itu akan dibuka ke publik. Selain itu, dalam kasus ini terdakwanya adalah seorang remaja putri Denmark berusia belia 15 tahun. Terlebih dari itu, ada bahan peledak dalam perkara ini. “Kasus ini cukup tidak biasa,” imbuhnya.*