Hidayatullah.com–Wali Kota Venelles, sebuah kota kecil di selatan Prancis, Robert Chardon, berkicau di twitter berulang-ulang bahwa Islam akan dilarang di Prancis pada 18 Oktober 2027.
Mengapa Chardon memilih tanggal tersebut? Juru bicara partai Chardon, Pierre-Albert Mazars, juga tidak tahu.
“Kami tidak menyetujui tindakannya, namun kami belum mengambil tindakan resmi,” ujar pria yang separtai dengan mantan presiden Nicholas Sarkozy tersebut. “Kami sedang bersiap mencopot Chardon dari partai kami, UMP,” imbuh Mazars seperti dikutip Al Jazeera.
Akhirnya, dua hari setelah berita merebak, Chardon diskors oleh partainya. Bahkan Nicholas Sarkozy, pimpinan partai UMP yang kemungkinan maju lagi untuk pemilihan presiden pada 2017 mendatang, langsung menjauhkan diri dari Chardon.
“Saya tidak menyetujui tindakan ini meski sekularisme juga berarti memperbaiki batas-batas. Hak dan batas-batas berjalan berdampingan,” ujarnya seperti dikutip independent.co.uk. Wali Kota bermasalah tersebut sedang dirawat untuk penyakit kanker mulutnya saat memposting pernyataan tersebut di twitter.
Ini bukan kali pertama Prancis berurusan dengan aksi rasisme. Tidak hanya Muslim, orang-orang Romani (dahulu disebut Gypsy) telah menderita perlakuan rasisme di Prancis, termasuk pengeroyokan seorang bocah Romani berumur 16 tahun pada 2014, serta tindakan Prancis mendeportasi 13.000 orang Romani.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Seperti diketahui, tahun 2000, Kementerian Dalam Negeri Perancis memperkirakan ada 4,1 juta orang yang dilahirkan dalam keluarga Islam, dan sekitar 40.000 orang yang beralih agama. Ada juga yang memperkirakan jumlah Muslim di Perancis 7 juta jiwa pada tahun 2009. Kecepatan pertumbuhan Islam ini membuat banyak warga Eropa takut dengan Islam.*/Tika Af’idah