Hidayatullah.com–Bencana kabut asap yang melanda di wilayah Sumatera dan Kalimantan selama kurang lebih dua bulan memberikan kerugian besar bagi lingkungan, kesehatan, pendidikan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat.
Indeks Pencemaran udara seperti halnya di Palembang yang tercatat mencapai level sangat berbahaya, yakni 1900 psi (Polutan Standar Indeks) di awal Oktober 2015 lalu, menuntut sikap tegas dari pemangku kebijakan untuk segera memberikan penanganan.
Namun ironisnya hingga sekarang pemerintah pusat belum memberikan tindakan konkrit dan serius untuk mengatasi bencana tersebut. Kondisi seperti demikianlah yang melatarbelakangi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas dan serius dalam menangani bencana kabut asap tersebut.
Kartika Nur Rakhman Ketua Umum Pengurus Pusat KAMMI mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk menerapkan bencana kabut asap dan kebakaran hutan dan lahan akibat pembiaran (karhutla) sebagai bencana nasional.
“Saat ini Indonesia dalam kondisi darurat asap. Dengan tegas kami mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk menerapkan bencana kabut asap dan karhutla sebagai bencana nasional,” kata Nur, hari Kamis (8/10/2015).
Pemerintah pusat juga didesak KAMMI untuk mengerahkan segala usaha untuk mengatasi bencana kabut asap.
“KAMMI juga mendesak pemerintah pusat mengerahkan segala usaha yang diperlukan secara lintas departemen dan sektoral untuk mengatasi bencana kabut asap dan karhutla, termasuk dampak yang ditimbulkan,” jelas Nur
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Di samping itu, Nur juga mendorong Kapolri segera melakukan tindakan tegas kepada korporasi maupun oknum-oknum, tanpa pandang bulu yang menyebabkan bencana karhutla.
Pihaknya berharap pemerintah pusat bersama-sama pemerintah daerah segera menyiapkan skema preventif untuk pencegahan terulangnya bencana yang serupa.
“Pemerintah pusat bersama-sama pemerintah daerah segera menyiapkan skema preventif agar bencana serupa tidak terulang di masa mendatang,” pungkas Nur.*