Oleh: Safri Haliding
TANGGAL 17 Juni 2012 lalu, di seluruh penjuruh dunia memperingati Isra Mi’raj, peringatan Isra Mi’raj 1433 H. Kita kembali diingatkan kepada sebuah peristiwa yang sangat penting dan besar dalam sejarah umat Islam. Sebuah sejarah hidup Rasulullah SAW sebagai peristiwa penting untuk ummah Islam yaitu peristiwa diperjalankannya Rasulullah (isra) dari Masjid Al Haram di Makkah menuju Masjid Al Aqsa di Jerusalem, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan mi’raj (secara vertika-keluar dari bumi) dari Qubbah As Sakhah menuju ke Sidrat Al Muntaha (akhir penggapaian-langit ke tujuh).
Peristiwa ini terjadi sebelum Rasulullah melakukan perjalanan Hijarah ke Madina atau pada masa itu dikenal dengan nama Yatsrib.
Peristiwa Isra dan Mi’raj yang berlangsung lailan (pada sepotong, bukan sepanjang malam) adalah salah satu hal yang luar biasa. Peristiwa ini secara nalar manusia mungkin sulit dipercaya namun dengan keyakinan akan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT maka peristiwa Isra Mi’raj bukan perkara mustahil. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS al-Isra’ [17]: 1).
Dari perjalanan singkat yang penuh hikmah inilah kemudian Rasulullah menerima amanah untuk melaksanakan dan mengajarkan perintah shalat lima waktu kepada ummat Muslim.
Ibadah shalat yang wajib bagi Muslim merupakan ibadah tertinggi seorang Muslim dan sebagai simbol penyerahan sepenuhnya kepada Allah SWT, melalui ritual shalat mampu menjadi bentuk ketaatan tertinggi dengan selalu menyandarkan setiap aktivitasnya dengan nilai-nilai yang terkadang dalam tujuan hidupnya.
Momentum Pemurnian Ekonomi
Dalam konteks kekinian, peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad dapat kita jadikan sebagai tonggak untuk kembali menggunakan dan memurnikan nilai-nilai Islam dengan memadukan prinsip ketuhanan dan kemananusian secara bersamaan dalam kehidupan kita. Sebagaimana Isra Mi’raj menjadi tonggak awal lahirnya dan kebangkitan peradaban Islam. Salah satu nilai-nilai Islam yang dapat kembali kita gunakan dalam kehidupan kita adalah nilai-nilai ekonomi Islam/syariah. Sebagaimana Rasulullah mencontohkan dalam melakukan transaksi bisnis/ekonomi yang penuh dengan nilai keadilan, kejujuran dan keseimbangan antara dunia dan akhirat tanpa mendatangkan keburukan bagi masyarakat dan kerusakan terhadap lingkungan.
Selama ini sumber pengetahuan dan metode ekonomi/bisnis yang sering digunakan menggunakan nilai-nilai atau paradigma barat (Western-worldview). Pada dasarnya tidak dilarang menggunakan Western-worldview asalkan tidak mendatangkan kerugian bagi orang lain dalam muslim/masyarakat dan kerusakan terhadap lingkungan. Sebagi seorang muslim kita tidak boleh sepenuh menggunakan pola-pola paradigma barat dalam kehidupan. Western-worldview yang menggunakan prinsip sekularisme yang memisahkan kehidupan agama dan manusia cacat dalam implementasi dan gagal menjadi solusi dalam kehidupan bermasyarakat terbukti dengan hilangnya nilai-nilai moral dalam praktek ekonomi kapitalis yang mengutakaman kepentingan pemilik modal semata fully profit oriented tanpa memperhatikan dampak negatif dalam sosial dan lingkungan.
Begitu berbahayanya Western-worldview yang diterapkan dalam kehidupan ekonomi yang menghalalkan riba dalam transaksi, melegalkan spekulasi yang bersifat menipu, perjudian dan persaingan yang merugikan pihak lain. Apabila hal tersebut digunakan dalam transaksi ekonomi, keuntungan sudah pasti ditangan bagi pemilik modal yang mengontrol perekonomian.
Dalam pandangan ekonomi Islam yang berlandaskan nilai-nilai agama dan etika dalam berbisnis aksi ekonomi seperti riba, spekulatif dan free competition tidak dikehendaki karena dampak dari aksi ekonomi tersebut yang menguntungkan segelintir pemilik modal merugikan orang banyak yang dampaknya dapat mendatangkan kekacuan dalam masyarakat, merusak lingkungan, merugikan negara bahkan menghancurkan peradaban akibat dari sistem kapitalisme karena negara tergadaikan dalam pusaran fully profit oriented.
Sebagai contoh krisis yang terjadi dalam ekonomi yang memporak-porandakan tatanan sosial yang mengakibatkan penganguran dan PHK hingga mengakibatkan kerawanan tingkat kriminalitas yang tinggi merupakan sebuah rekayasa dari para pemilik modal. Penulis pernah mengambil subjek mata kuliah Money, Banking and Capital Markets dalam mata kuliah tersebut salah satu yang Professor sampaikan di kelas adalah bagaimana mengkreasi uang dari bunga yang diputar di bank dari Rp 0,. hingga menjadi nilai yg tak terhingga atau umumnya disebut teori money creation.
Salah satu inti dari teori tersebut adalah spekulatif tingkat tinggi/penipuan, perjudian dan kontrol sistem moneter (basis uang kertas) dengan menciptkan game krisis dan mengatur nilai inflasi mata uang agar mendapatkan keuntungan tanpa memikirkan efek dari krisis tersebut bagi negara dan masyarakat banyak. Indonesia pernah berada fase krisis hingga mendapat warning menjadi negara gagal karena tangan-tangan kapitalis pada 1998 dan yang sekarang terancam dengan kondisi negara gagal dalam ekonomi adalah Yunani, apabila proses pemulihan ekonomi Yunani gagal maka efek dari sistem riba melalui sistem perbankan dan moneternya maka bukan hanya negara yang akan hilang seperti Uni Soviet tetapi peradaban manusia, budaya, dan sosial hancur karena sebuah krisis ekonomi.
Oleh karena itu, mengapa agama Islam sangat mengharam riba, spekulatif, perjudian (masyir) dan gharar (ketidakpastian sumber kejelasan transaksi) dalam ekonomi karena efeknya bukan hanya orang yang terlibat dengan bisnis tersebut yang rugi tetapi negara dan peradaban manusia bisa hancur dan hilang karena sistem riba dan spekulatif yang menipu dengan model judi. Di sisi lain bukan hanya Islam yang melarang riba namun agama Kristen (lihat: Lukas-6(34-35), Lukman-6(35), Eksodus-22(25), levitikus-25(35-37), dan Ulangan-23(19-20) dan agama Yahudi (Lihat: Kitab Exodus, Kitab Deuteronomy, Kitab Kevicitus) nyata-nyata melarang riba.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Semangat Isra Mi’raj
Sudah sepatutnya semangat Isra Mi’raj membawa aura positif agar menyadarkan kita akan bahaya dari prinsip ekonomi kapitalis yang mengejar kebahagian dunia semata yang penuh dengan kerapuhan, ketidakadilan, mendorong untuk melakukan korupsi, kemunafikan dan perusakan lingkungan yang mengakibatkan perekonomian dan kekayaan alam Indonesia hanya dinikmati oleh segelintir pemilik modal dan penguasa.
Dalam konteks perekonomian, fitrah Islam dalam Isra Mi’jah dapat dijadikan sebagai semangat untuk kembali melakukan transaksi dan kegiatan ekonomi berdasarkan nilai-nilai dan etika Islam dalam berbisnis dengan artian hikmah peringatan Isra Mi’raj sebagai motivasi membuka lembaran baru bagi umat Islam dan masyarakat untuk mewujudkan sistem ekonomi yang mendatangkan kebaikan jangka panjang (maslahah) dan memaksimalkan kesejahteraan manusia secara universal (falah) yaitu ekonomi Islam sebagai sistem keuangan yang lebih adil yang bebas dari prinsip riba/bunga seperti bank Islam/Syariah, Baitul Maal Wattamwil (BMT), Asuransi Syariah (Takaful), Reksadana Syariah, Pasar Modal Syariah, Pegadaian syariah, Lembaga Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Waqaf.*
Pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Chapter Malaysia