Oleh Ihsan Basir dan Reza Indragiri Amriel *
Ucapan “Bismillahirrahmanir rahimm” menyatu dengan ucapan “Dalam nama Tuhan Yesus” mengawali ceramah dua orang yang mengaku muslim.
Dalam ceramahnya, sang pendeta memperkenalkan diri sebagai mantan aktivis Islam militan Gerakan Komando Jihad dan berteman baik dengan seorang WNI yang saat ini ditahan oleh otoritas keamanan Filipina atas tuduhan terlibat aksi terorisme. Mereka mengaku dibesarkan dalam keluarga Nahdlatul Ulama di daerah Kampung Arab (Malang, Jawa Timur), si pendeta mendapatkan jalan kebenaran justru di dalam penjara. Peristiwa ini diilustrasikan si pendeta sebagai “pertemuan antara Paulus dengan Mochammad”. Jangan keliru, si pendeta bernama Mochammad, sementara Paulus adalah nama rekan satu sel si Muhammad.
Perbincangan bersama Paulus–tahanan yang digambarkan sebagai penjahat dengan tutur kata santun dan kehalusan budi pekerti, disertai dengan sejumlah petunjuk ajaib yang dialaminya di penjara, meneguhkan hati Mochammad untuk membuat sebuah keputusan munomental dalam hidupnya. Di penjara ia berpindah ke Kristen.
Di sela-sela tepuk tangan dan pujian-pujian yang digemakan oleh para jemaah sebagai respon terhadap kisah keselamatan si pendeta, sang pendeta beberapa kali mengutip dan mengartikan sejumlah kalimat berbahasa Arab yang disebutnya sebagai ajaran dalam Islam dan ayat-ayat Al Qur’an.
Sesungguhnya, tidak hanya ekspresi penuh kebahagiaan yang ada malam itu. Dua muslim yang diundang oleh panitia, meskipun mencoba untuk tetap tersenyum dan bertepuk pelan, justru kerap kali menundukkan kepala dan menarik napas panjang selama sang pendeta menyampaikan ceramahnya. Dorongan kedua muslim tersebut untuk meluruskan pernyataan-pernyataan si pendeta, yang berkecamuk dengan rasa penghormatan mereka terhadap tuan rumah, hanya berujung pada perasaan terasing. Sepi di tengah keramaian, pilu di antara kesukacitaan, mendorong kedua muslim itu untuk segera pulang setelah ceramah usai.
Namun, panitia menahan langkah kedua muslim tadi. Ajakan panitia untuk berdialog dengan sang pendeta sedikit membesarkan hati mereka.
Di hadapan panitia dan sejumlah jamaah, kedua muslim tersebut menyalami sang pendeta. Sang pendeta pun menerima mereka seraya menyodorkan kartu namanya. Di situ tertulis kutipan lengkap):
MOCHAMMAD MINISTRY – WALIYULLAH – MOCH. A.F. FILEMON / EVANGELIST MISSIONS – OFFICE: Kokan Permata Kelapa Gading, Jl. Boulevar Bukit Gading Raya Blok D-12, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara 14240. Telp. (021) 4514021, Fax. (021). 4514021 – RESIDENCE: Janur Hijau VII TC II No. 6, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara. Telp. (021) 4520972, HP. 0812 8635530.
Berdasarkan perkenalan sang pendeta saat menyampaikan ceramah, A.F adalah singkatan dari Arif Fadhilah.
Kedua muslim itu pun memperkenalkan diri mereka. Mereka memperkenalkan diri sebagai muslim dan berterima kasih kepada sang pendeta atas undangan yang mereka terima untuk hadir malam itu. Sang pendeta tampak terkejut serta mengakui keterkejutannya bahwa ia tak menyangka ada ummat Islam yang datang di acara tersebut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Perbincangan malam itu tidak hanya menjadi ajang bertukar pikiran bagi Kristen dan Islam. Namun, yang lebih berarti lagi, kedua pihak dapat mengutarakan perasaan mereka masing-masing secara terbuka, jujur, dan tulus.
Ada begitu banyak hal yang mereka diskusikan malam itu. Singkat cerita, kedua muslim tadi menyampaikan cermatan mereka terhadap isi ceramah sang pendeta. Gundah hati mereka akan teknik – meminjam istilah Abdurahman Wahid – “plintiran” ayat. Cuplik sana, cuplik sini, potong kanan, potong kiri, buat ayat sendiri, dan tafsirkan sekena hati. Dalam pandangan kedua muslim tadi, cara-cara ini tidak akan memberikan pencerahan bagi manusia, khususnya warga Kristiani. Termasuk dengan interpretasi kata “jihad fi sabilillah”. Adalah keliru untuk memaknakan kata ini sebagai membantai penganut agama lain. Atau, dalam kalimat sang pendeta dalam ceramahnya, “Bagi muslim, jika membunuh orang Kristen saja sudah berpahala, apalagi menghabisi nyawa pendetanya.”